
Muridnya Guru, Menentukan Kualitas Generasi
Oleh ABDUL ROHMAN, S.S.
"Kita muridnya guru, bukan muridnya buku, apalagi muridnya situs tertentu".
Murid dalam bahasa Arab berarti orang yang mempunyai keinginan. Oleh karena itu proses pembelajaran hendaknya memenuhi keinginan dari tujuan-tujuan pendidikan. Pada musim liburan seperti ini seperti biasa sejenak para murid melepas penat setelah satu semester melalui proses pembelajaran.
Hendaknya para orang tua juga tidak lepas dari mendidik anaknya di rumah. Tapi memang, rumah walaupun tanpa guru, peran guru di sekolah harus bisa di transfer ke rumah. Jika, di sekolah guru merupakan sosok orang yang harus digugu dan ditiru (uswah hasanah) maka di rumah pun tidak jauh demikian.
Adapun di rumah ibu merupakan sosok guru (mu'addib) sekaligus manager (mudabbir) seperti pepatah mengatakan ummu warobbatul bait artinya ibu sebagai manajer aktivitas yang ada di rumah.
Pengawasan dari orang tua sangat penting, mengingat pada saat ini era teknologi informasi yang tentu selain banyak nilai positifnya juga tidak sedikit nilai negatifnya, karena kita muridnya guru, bukan muridnya buku apalagi situs tertentu. Jangan sampai anak kita dibiarkan begitu saja tanpa pendampingan. Karena kemajuan teknologi informasi tidak bisa kita hentikan, akan tetapi orang tua mengarahkan kepada yang lebih edukatif. Orang tualah yang menjadi guru anak-anak di rumah.
Oleh karena itu, pendidikan dalam membentuk karakter bangsa diarahkan pada akhlaq mulia. "Addabani Rabbi fa-ahsana ta'dibi" Tuhanku telah mendidikku (Nabi Muhammad SAW) maka baiklah akhlaqku. Moralitas murid menjadi tujuan karena memang nabi Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan akhlaq setiap manusia tanpa terkecuali, sebagaimana dikatakan; "innama bu'itstu li utammima makarimal akhlaq", sungguh aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq mulia.
Hendaknya untuk mencapai kualitas generasi pendidikan diarahkan pada fungsinya; Pertama, pengembangan (tanmiyah) pengembangan potensi anak didik untuk menjadi pribadi berprilaku baik (makarimal akhlaq).
Kedua, perbaikan (ishlah) memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi anak didik yang lebih bermartabat.
Ketiga, penyaring (tashfiyah), untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
Sudah saatnya bangsa ini berpikir untuk melahirkan generasi yang memiliki karakter melalui sistem pendidikan yang menjadikan guru dan ibu sebagai suri teladan baik anak didiknya di sekolah, apalagi di rumah. Inilah satu-satunya solusi untuk mengatasi berbagai persoalan menyangkut kualitas generasi, generasi yang ditentukan oleh muridnya guru.
Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar